DUTA KRISTUS YANG MENGASIHI
Dipublikasikan pada 10 Juli 2022
3 min baca

Bacaan: Lukas 10:25-37

Sudah berapa kali kita mendengar khotbah soal kasih? mungkin ratusan atau ribuan kali. Konsep kasih yang mudah dimengerti secara konsep namun ternyata gampang-gampang susah untuk dilakukan. Mudah jika orang yang kita kasihi itu memang pantas dikasihi dan menyenangkan. Sulit jika orang yang kita kasihi itu menyebalkan dan lebih pantas dibenci. Namun kasih itu menuntut kita untuk tidak membatasi, mengotak-kotakkan pada kriteria kepantasan menurut kita, atau malah pamrih. Bukan itu kasih yang sejati. Mungkin karena kondisi itulah, kita selalu disapa oleh Firman Tuhan sekaligus diingatkan untuk belajar terus untuk mengasihi. Kasih menjadi jalan hidup panggilan umat Kristen, seperti apa yang Yesus sabdakan “pergilah dan perbuatlah demikian”

Perumpaan orang Samaria yang murah hati menjadi pelajaran yang terus diulang untuk mengingatkan kita tentang bentuk kasih yang nyata. Orang Samaria adalah simbol bangsa yang terjajah, minoritas, dan terdiskriminasi oleh bangsa Yahudi yang mayoritas. Perkawinan campur darah Yahudi dengan bangsa Non-Yahudi membuat darah Samaria dianggap najis oleh bangsa Yahudi. Yesus justru menohok orang Yahudi untuk belajar kasih dari orang Samaria itu. Seorang korban perampokan terluka, berdarah, bahkan hampir mati. Seorang Imam dan Lewi melihat korban itu dan melewatinya begitu saja. Orang Yahudi akan bisa paham sebab Imam dan Lewi pasti menuju ke Yerusalem untuk menunaikan kewajiban ibadah di Bait Allah. Tuhan lebih penting daripada korban manusia yang butuh pertolongan. Nah, justru inilah teguran Yesus. Apa artinya kasihmu kepada Allah jika gagal mengasihi sesama manusia? Seorang Samaria, seorang yang dianggap tidak suci, justru menunjukkan kesucian dalam kasihnya menolong korban perampokan itu. Ia tergerak oleh belas kasihan, membalut luka-lukanya, membawanya ke rumah penginapan, bahkan menjaminnya pada pemilik penginapan untuk merawat.

Stanley Haurwas, seorang teolog dari gereja Methodis, Profesor Etika dan Teologi di Duke University terkenal dengan kritik tajamnya bagi gereja. Dia pernah mengkritik bahwa gereja jangan sok berbicara soal kasih dan keadilan jika di dalam gereja sendiri terjadi diskriminasi dan kebencian. Mau bicara apa ke dunia? Jika kasih yang gereja praktikkan saja tidak sesuai dengan apa yang Kristus ajarkan. Jika gereja masih peduli akan panggilannya, gereja perlu khawatir akan integritas imannya daripada mengkhawatirkan pengaruh dunia. Apa yang Haurwas kritik tajam dan ada benarnya. Integritas iman, di mana kasih termasuk di dalamnya, perlu kita renungkan baik-baik. Apakah kasih yang selama ini mudah dikhotbahkan, dijadikan tema di mana-mana, atau dinyanyikan, sudah kita lakukan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari? Kasih kepada Tuhan tidak bisa dilepaskan dari kasih kita kepada sesama. Bagai dua sisi pada satu koin. Maka “Pergilah dan perbuatlah demikian!”

Pdt. Daniel K. Gunawan – GKI Coyudan Solo

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
17 Orang Membaca