“MERASAKAN PENGAMPUNAN, MENYATAKAN BELAS KASIHAN”
Dipublikasikan pada 11 Juni 2023
3 min baca

Tak dapat dipungkiri bahwa daya ilahi yang melekat dalam diri Yesus mampu menembus tanpa batas bahkan merobohkan tembok-tembok yang dibangun oleh manusia. Tembok-tembok itu dapat berupa kebencian, stereotip, maupun diskriminasi. Kisah Matius si pemungkut cukai memberi penegasan akan hal itu. Kitab Suci memberi kesaksian, Setelah Yesus pergi dari situ Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: “Ikutlah Aku.” Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia (Mat. 9:9). Sepintas nampak singkat, bahwa Yesus melihat lalu berkata “ikutlah Aku”, seketika itu juga Matius bergegas dan mengikut Yesus. Bahkan setelah itu mereka makan bersama-sama. Sisanya tidak ada informasi lagi tentang dialog antara Yesus dan Matius. Namun cerita yang singkat ini memberi pengalaman batin yang dasyat. Bagaimana tidak?! Mata Yesus yang melihat Matius seakan-akan seperti sensor detector yang memberikan signal bahwa dia teridentifikasi virus bernama dosa. Dosa itu berasal pekerjaannya sebagai pemungut cukai. Dampak dari virus itu sangat jelas menggerogoti integritas hidupnya, bahwa dia tidak lagi dipercaya oleh bangsanya sendiri. Dia dipandang antek asing/penjajah. Dia dianggap lintah darat bagi masyarakat. Dia jauh dari Tuhan. Bahkan mungkin tuduhan-tuduhan lain yang lebih berat secara batinnya. Jelas itu sangat membelenggu dan menyesakkan. Bagaimana cara keluar? Tidak tahu! Bisa jadi mungkin Matius enggan keluar namun bisa juga Matius tak punya daya yang besar untuk membuat dirinya keluar dan membebaskan diri keterjangkitan itu. Atau bahkan mungkin dia menantikan pertolongan namun tak kunjung mendapatkannya.

Cerita berubah, sejak panggilan Yesus sampai pada telinga Matius. Panggilan Yesus seakan-akan seperti daya vaksin yang amat sangat besar yang memberi efek bagi Matius untuk memiliki keberanian dan segera saja meninggalkan pekerjaannya tanpa memikirkan risikonya. Langkah Matius menuju Yesus adalah langkah kehidupan baru yang tidak pernah dia sangka. Dia seperti memiliki kekebalan tubuh yang berkali-kali lipat besarnya hingga dia tak merasakan lagi gejala-gejala virus dosa tersebut. Mungkin inilah yang selama ini dia harapakan, nantikan dan tunggu-tunggu. Dia punya masa depan dan cerita kisah hidupnya berlanjut dengan babak yang jauh lebih baik.

Sayangnya, kesembuhan Matius untuk berani meninggalkan pekerjaan sebagai pemungut cukai tak selamanya dapat disambut dengan baik. Alih-alih mengapresiasi Yesus, orang Farisi malah mempertanyakan tindakan Yesus. Pertanyaan-pertanyaan yang sarat dengan ketidakpercayaan dan keragu-raguan seperti ini akan selalu ada dimanapun. Pertanyaan itu bukanlah persoalan besar. Bukan juga tanpa jawaban. Maka respon Yesus pada ayat berikutnya layak untuk diperhatikan, Yesus mendengarnya dan berkata: “bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit…” (Mat. 9:12-13). Upaya untuk mendengar pertanyaan merupakan hal penting. Hal ini adalah proses memberikan diri untuk menyelami kegelisahan dari setiap pertanyaan-pertanyaan dan berusaha menjawabnya. Sekalipun tak selamanya jawaban akan selalu memuaskan semua telinga. (lanjutan… disampaikan dalam kotbah)

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
2 Orang Membaca