KETULUSAN & KETAATAN YUSUF
Dipublikasikan pada 18 Desember 2022
4 min baca

Bacaan: Matius 1:18-25

Win-win solution adalah kerangka pikir dan hati yang selalu berusaha memperoleh keuntungan bersama dalam setiap interaksi manusia. Win-win solution berarti penyelesaian yang menguntungkan dan memuaskan semua pihak. Dengan pemecahan win-win, semua pihak merasa enak dengan sebuah keputusan. Namun hal ini tidak mudah untuk dicapai, salah satu alasannya karena kita memiliki kecenderungan untuk egois. Setiap kita cenderung untuk lebih mementingkan keinginan kita. Menganggap diri lebih baik dan benar.

Dalam kisah ini Yusuf tidak hanya sedang mencari yang terbaik bagi diri sendiri. Meskipun situasi ini begitu sulit dan berat bagi Yusuf. Yusuf bisa saja mengambil jalan untuk menyampaikan hal itu kepada orang-orang disekitarnya secara terang-terangan bahwa Maria telah melakukan sebuah kesalahan. Dalam hal ini bisa saja Yusuf berpikir bahwa Maria memiliki hubungan dengan pria lain. Hal ini dapat mencegah terjadinya pernikahan dan menurut hukum saat itu Maria dapat dihukum mati karena dianggap telah melakukan zinah. Tetapi Yusuf memilih hal lain.

Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam (Matius 1:19). Pertanyaannya mengapa Yusuf memilih jalan ini dan bukan yang sebaliknya?. Mungkin rasa cinta yang besar dari Yusuf kepada Maria membuat dia tidak tega untuk melakukannya. Meskipun dia merasa telah dikhinati, tetapi dia tetap berusaha mencari jalan yang paling baik bagi dirinya dan Maria. Rasa kecewa yang dialami tidak membuat Yusuf membenci Maria dan ingin mencelakakan Maria.

Injil Matius memberi catatan bahwa Yusuf seorang yang tulus hati. Kata “tulus hati” (dikaios) berarti benar, berusaha selalu mengikuti kebenaran ilahi atau Allah, dengan kata lain berhubungan dengan ketaatan terhadap perintah Tuhan. Seorang yang selalu berusaha melakukan yang baik dan benar. Yusuf mencari yang benar dan terbaik bagi dirinya dan Maria. Yusuf tidak hanya memikirkan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Yusuf mengesampingkan egonya, dia tidak mencari aman sendiri. Dia mencari sesuatu yang baik bagi dirinya dan Maria. Ini merupakan sebuah karakter tetapi juga sebuah cerminan dari sebuah spiritualitas.

Di dunia yang diwarnai dengan keegoisan ini, kita perlu belajar untuk menjadi “tulus hati”. Berpikir bukan hanya untuk mengusahakan kebaikan bagi diri sendiri, tetapi juga bagi kebaikan orang lain. Ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Sebab orang bisa mati-matian mengusahkan kebaikan bagi dirinya sendiri dan jarang yang benar-benar berfikir untuk kebaikan orang lain. Tulus hati memiliki aspek altruis, yaitu sikap atau naluri untuk memperhatikan dan mengutamakan kepentingan dan kebaikan orang lain. Altruisme berkebalikan dengan sifat egois yang lebih mementingkan diri sendiri. Segala kebaikan yang dilakukan seorang altruis biasanya muncul secara tulus tanpa ada rasa pamrih. Menjadi altrusis tidak berarti mengabaikan kepentingan diri, tetapi memperhatikan kepetingan orang lain, seperti memperhatikan kepentingan sendiri. Sehingga mampu bersimpati dan berempati terhadap keadaan orang lain.

Ini selaras dengan “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 22:29). Tulus hati tidak bisa kita tumbuhkan hanya dengan kekuatan sendiri. Roh Kudus yang hadir dalam diri kita akan menolong kita untuk menjadi pribadi yang tulus hati, selalu mencari kebaikan bagi diri dan sesama.

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
19 Orang Membaca